BPUN Grobogan; Memantabkan Diri Mewujudkan Mimpi ~ BPUN GROBOGAN

Lembaga Pendampingan Belajar Pasca Ujian Nasional, untuk anakanak kelas 12 SMK/SMA/MA Sederajat yang memiliki niat dan tekad yang kuat untuk kuliah dengan beasiswa,

BPUN Grobogan; Memantabkan Diri Mewujudkan Mimpi




Alumni BPUN 2019
Alumni BPUN 2019

 Pagi yang sejuk di bulan Januari ini, Semarang diingatkan kembali dengan kisah kasih perjuangan seorang anak desa untuk mewujudkan mimpinya. Berangkat dari keterbatasan dan pergolakan batin

Pagi ini,  sang surya nampak malu-malu menyapa bumi. Tetesan embun yang berada di sela-sela dedaunan  menandakan bahwa semalam turun hujan. Sejauh mata memandang, hanya ada indah dan keindahan kota Semarang. Di kejauhan sana,  terdengar sayup-sayup lantunan ayat suci al-Qur’an. Sejuk dan damai benar, batin saya. Sembari mentadaburi kuasa Tuhan, saya pun mulai melangkahkan kaki mengikuti kehendak hati. Tak terasa lelehan air mata membasahi pipi.

Tiba-tiba, pikiran ini pun serasa dihempas kembali ke masa silam. Masa dimana saya diliputi rasa kekhawatiran dan kebimbangan. Perasaan yang seolah tak bisa diutarakan dengan lisan maupun tulisan. Tentang mimpi, itulah yang saya risaukan.

Kala itu, katakanlah satu tahun yang lalu, saya tengah disibukkan dengan aktivitas baru yang memang biasa dialami oleh murid kelas 12 pada umumnya. Apalagi kalau bukan ujian kelulusan beserta seluk beluknya. Semua murid nampak rajin belajar. Hal tersebut dibuktikan dengan tangan-tangan yang senantiasa memegang buku pelajaran di manapun mereka berada. Meskipun, ada juga di  antara mereka yang  tak benar-benar “belajar” dan malah guyonan, tapi yang terpenting adalah esensi mereka dalam mempersiapkan ujian. Mengenai hasil, biarlah Allah yang menentukan.

Oh ya, kenalkan saya Wahyuni Tri Ernawati asal Grobogan, tepatnya dari Dukuh Pondok, Desa Plosoharjo. Kalian boleh memanggil saya sesuai dengan apa yang kalian suka, asalkan nama itu masih menjadi bagian dari nama saya.  Namun, sedari kecil teman-teman memangil saya Yuni. Saya anak terakhir dari tiga bersaudara. Ayah dan ibu saya tentu sudah lansia, tapi dedikasi mereka tak pernah ada surutnya. Sebagai anak bungsu di keluarga, saya mempunyai peran menjaga orang tua dan lebih banyak di rumah, apalagi saya seorang perempuan. Walau mereka tidak mengatakannya secara langsung, tapi saya sangat paham betul apa yang menjadi kebutuhan mereka.


Kembali kepada kesibukan menjelang ujian. Beberapa hari belakangan ini, sekolah saya yaitu MA Shofa Marwa Toroh, tengah ramai kedatangan tamu yang spesial. Tamu tersebut bukan hanya berasal dari berbagai daerah, melainkan bermacam universitas dengan latar belakang masing-masing. Tujuan mereka tiada lain yaitu untuk mensosialisasikan PTN/PTS (Perguruan Tinggi Negeri/Swasta) sekaligus memberikan pengetahuan dan pengarahan bagaimana dapat berkesempatan kuliah disana. Di antara kakak yang menjadi tamu spesial itu, ternyata ada yang saya kenali. Bagaimana tidak? lha wong dia itu alumni sekolah saya kok hehe. Malah abnormal rasanya kalau saya sampai tidak ingat.

Dari penyuluhan yang mereka lakukan, saya jadi sedikit tahu perihal dunia kampus. Kalau tidak salah, mereka menerangkan tentang mekanisme masuk kampus, sistem pembelajaran, UKM atau organisasi yang ada di kampus, dan lain-lain. Namun,  yang paling menyita perhatian saya adalah tentang beasiswa.  Lain halnya dengan teman-teman saya yang lebih ingin tahu tentang macam-macam universitas, saya malah terpekur dengan keterdiaman. Saya membayangkan, bagaimana ya rasanya kuliah itu? Apakah seperti di tayangan TV yang biasa keluarga saya tonton?. Dengan munculnya khayalan tersebut, saya jadi ingin berkuliah, toh ada beasiswa bukan? Jadi apa yang perlu dipermasalahkan?

Ketika asyik larut dalam ketermenungan, saya pun lantas mengembalikan kesadaran diri saya, disertai tepukan pada pipi yang sebenarnya sakit hehe. Maklum, efek melamun yang tidak-tidak ya jadi begitu. Saya tahu bahwa ada jalan bagi saya untuk bisa berkuliah, tapi jika dibenturkan dengan orang tua, maka jadi panjang urusannya. Mereka pasti langsung menolak keinginan saya. Terlebih saya sadar betul, apa yang saya pikirkan tadi hanya sebatas angan semu saja. Sempat-sempatnya  saya berpikiran seperti itu, kuliah?. . (mimpi kamu Yun).

Seiring berjalannya waktu, keingininan itu pupus dan hilang bak ditelan bumi. Ia terlalu lemah, sehingga dapat dengan mudah dikalahkan oleh persepsi yang belum pasti adanya. Khayalan itu pun juga hanya sebatas khayalan yang terkubur oleh ketidakmantaban hati. Hingga pada akhirnya, mimpi yang sempat terlintas tak ubahnya “bunga tidur” di siang hari. Sampai suatu ketika, saya dikenalkan dengan lembaga yang katanya mempermudah murid kelas 12 maupun yang gap year untuk menempuh studi di Perguruan Tinggi secara percuma alias GRATIS. Lembaga tersebut bernama BPUN (Bimbingan Pasca Ujian Nasional), yang dibina oleh Bapak Wahyudi, S.Pd.I.

Sesuai dengan namanya, BPUN hadir untuk membimbing sekaligus menjembatani para murid yang telah lulus dari bangku SMA/SMK/MA/ sederajat agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa bayaran sepeserpun. Bekerja sama dengan BAZNAS dan Yayasan al-yahya Nusantara, BPUN selalu ada  setiap tahunnya. Awalnya, BPUN bukan hanya berlokasi di Grobogan saja, melainkan seluruh daerah di Indonesia. Namun, lambat laun hanya beberapa daerah saja yang masih berkomitmen menyelenggarakan BPUN.

Kegiatan-kegiatan BPUN yang memakan waktu kurang lebih dua minggu, tentu membutuhkan biaya yang besar. Karenanya, banyak dari daerah penyelenggara yang menghentikan atau tidak melanjutkan BPUN.

Kabar baiknya, tahun 2019, kabupaten yang saya tinggali ini masih tetap mengadakan BPUN. Antara percaya tidak percaya dan dorongan darimana, akhirnya saya memutuskan untuk ikut-ikutan daftar. Ada sekitar sembilan anak dari sekolah saya yang mendaftar BPUN dan yang lolos seleksi hanya dua orang, termasuk saya sendiri.

Anehnya, bukan bahagia yang saya rasa atas hasil ini, tapi malah bingung yang menghinggapi. “Saya kan tidak mau kuliah, lalu mengapa daftar BPUN? Apalagi saya kan tidak bisa daftar SBMPTN? ”. Kira-kira kalimat itulah yang terpikir di benak saya tatkala saya mengetahui lolos seleksi BPUN. Saya jadi merasa bahwa apa yang saya perbuat hanya suatu kesia-sian belaka, hingga saya pun memutuskan untuk keluar dari BPUN.


Namun, untuk merealisasikan rencana tersebut ternyata tak semudah yang saya kira. Para panitia BPUN seperti kak Prio Hutomo, kak Eko Santoso, dan panitia yang lain tidak menghendaki pilihan saya. Mereka malah memberikan motivasi bahwa saya pasti bisa kuliah entah melalui jalan yang mana. Mereka memotivasi dan memantabkan diri saya agar tetap melanjutkan perjuangan mewujudkan mimpi.  Saya pun didera kebimbangan dengan rasa campur aduk tak karuan. Padahal, jauh di lubuk hati terdalam, hati kecil saya seakan mengiyakan apa yang mereka ucapkan. Apa yang harus saya lakukan Tuhan? 

Perlahan, setelah memperoleh pencerahan dari kakak-kakak BPUN, sekaligus mendengar pendapat dari teman-teman, saya pun mengurungkan niat saya untuk mengundurkan diri. Dan pilihan yang saya ambil ini, ternyata berdampak besar pada hidup saya baik sekarang maupun masa depan. Bagaimana tidak? BPUN tidak sekedar menjembatani mimpi saya, tapi lebih dari itu. BPUN juga memberikan materi yang berkaitan dengan Seleksi jalur SBMPTN dan UMPTN, tips dan trik masuk kampus, Ke-Organisasian, Ke-Mahasiswaan, Kebangsaan, pembimbingan dan motivasi yang akan membentuk mental guna menjadi sosok yang berani dan berdikari. Saya menjadi tidak menyesal pernah menjadi keluarga BPUN angkatan 2019. Jadi, bagi kalian yang tengah berada di kelas 12 atau yang udah lulus ikutan gabung yuk dengan keluarga BPUN 2020 !! Tidak perlu ragu lagi, saya saja sudah membuktikan sendiri.



Pagi yang sejuk di bulan Januari ini, Semarang diingatkan kembali dengan kisah kasih perjuangan seorang anak desa untuk mewujudkan mimpinya. Berangkat dari keterbatasan dan pergolakan batin, ia berusaha agar selalu menjadi pribadi yang mantab dan semangat mencapai tujuan. Ia juga mempunyai ambisi besar bahwa ia akan menggenggam apa yang ia usaha dan do’a kan. Setelah satu tahun berlalu, kini anak itu telah berhasil kuliah di UIN Walisongo Semarang, persis seperti apa yang dahulu ia khayalkan. Ia bersyukur, Allah memudahkan jalannya dan melunakkan hati orang tuanya. Namun percayalah, ini bukan akhir, tapi baru permulaan. Anak itu (Yuni) akan selalu berjuang untuk hidup yang lebih baik lagi. Iya, saya harus berubah-membaik-menselalu. Terima kasih BPUN. Wallahu a’lam bi al-shawwab.


Oleh: Wahyuni Tri Ernawati

Alumni BPUN 2019, UIN Walisongo Semarang

Buruan Daftar Dan bergabung bersama Kami di BPUN Grobogan Caranya  
Share:

1 comment:

Followers

Popular Posts

Powered by Blogger.

Contributors

Recent Posts